Disbun Kutim Terima 20 Pengaduan Konflik
30 Desember 2014
Admin Website
Berita Daerah
4167
SANGATTA. Tidak hanya masyarakat yang menilai
bahwa perkebunan kelapa sawit dan sejenisnya merupakan salah satu sumber
konflik utama tanah. Namun, Dinas Perkebunan Kutim juga mengungkapkan
demikian. Menurut Kepala Dinas Perkebunan Achmadi Baharuddin didampingi
Kepala Bidang Perlindungan Tanaman (Perlintan) Suprayitno Dwi Jainal,
selama setahun terakhir setidaknya ada 20 laporan konflik perkebunan
diterima pihaknya.
Laporan itu terdiri dari 8 kasus tumpang-tindih lahan, 10 bidang
perkebunan kemitraan, serta 2 kebakaran lahan. Dari 20 konflik yang
ditangani, 10 kasus di antaranya telah selesai dimediasi antara
perusahaan dengan masyarakat. "Jadi tinggal 50 persen kasus lagi yang
tersisa. Tetapi hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja dikhawatirkan
kasusnya akan timbul lagi.
Untuk itu, kita juga terus melakukan pengawasan dalam masalah konflik
ini," katanya. Daerah-daerah yang mengalami kasus tersebut, lanjut dia,
tersebar di semua kecamatan. Namun dirinya tidak dapat menyebutkan
secara mendetail berapa jumlah setiap daerah yang mengalami konflik.
Yang jelas, paling banyak terjadi konflik di Kecamatan Sangkulirang.
“Paling banyak itu di Sangkulirang. Kalau yang laporannya sedikit itu di Busang,: katanya. Achmadi mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan permasalahan konflik terjadi. Pertama, adanya luas pemetaan perkebunan yang tidak seimbang, kesempatan berkebun sempit, dan kurangnya sosialisasi dan publikasi tentang pemetaan tata ruang daerah.
“Paling banyak itu di Sangkulirang. Kalau yang laporannya sedikit itu di Busang,: katanya. Achmadi mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan permasalahan konflik terjadi. Pertama, adanya luas pemetaan perkebunan yang tidak seimbang, kesempatan berkebun sempit, dan kurangnya sosialisasi dan publikasi tentang pemetaan tata ruang daerah.
Selain itu, salah satu faktor terjadinya konflik juga disebabkan oleh
adanya perbedaan kepentingan, perbedaan tujuan, dan perbedaan pendapat. "Hal ini juga didukung oleh kurang tegasnya penerapan hukum yang ada,"
tuturnya. Untuk menangani itu semua, ada beberapa hal yang dapat
dilakukan yaitu melakukan pendekatan musyawarah untuk mufakat, ganti
rugi yang bersengketa diselesaikan dan menjalin komunikasi antarpihak
yang mengalami sengketa.
"Bila hal tersebut sudah dapat direalisasikan, maka bisa dipastikan
akan dapat diselesaikan. Tetapi untuk itu semua, kita tidak berhenti
melakukan komunikasi aktif dengan pihak-pihak yang terkait untuk
menyelesaikan dan mengakhiri permasalahan ini,"
pungkasnya.(*/dy/luc/tom/k15)
DIKUTIP DARI KALTIM POST, MINGGU, 21 DESEMBER 2014
DIKUTIP DARI KALTIM POST, MINGGU, 21 DESEMBER 2014