India Borong Minyak Sawit Indonesia
23 September 2011
Admin Website
Artikel
5480
JAKARTA. Kebijakan Indonesia merevisi ketentuan pajak
ekspor produk turunan sawit mendapat reaksi negara pembeli seperti
India. Negeri Hindustan tersebut berencana akan menaikkan tarif bea
masuk impor produk sawit yang akan masuk ke negara mereka.
Mengantisipasi keluarnya kebijakan itu, para pedagang di negeri Hindustan tersebut membeli lebih banyak lagi produk turunan sawit seperti RBD palm olein dari Indonesia. Seperti dikutip dari The Stars, Jumat (23/9/2011), sebanyak 50.000 ton RBD palm olein telah diborong oleh importir asal India. Sumber pedagang dari Indonesia maupun India menyebutkan pembelian itu juga bagian untuk mengantisipasi permintaan adanya festival atau hari besar di India.
Seperti diketahui industri pengolahan minyak nabati di India tengah mendorong pemerintahnya untuk menaikan tarif bea masuk impor produk sawit dari 7,7% m menjadi 16,5%. Hal ini untuk melindungi kepentingan industri mereka yang sekarang mengalami idle.
Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan belum tahu soal aksi borong pembelian sawit dari India. Namun yang jelas saat ini pemerintah India akan menaikan bea masuk impor minyak sawit.
"Saya belum dengar soal itu," kata Joko saat dihubungi detikFinance, Jumat (23/9/2011).
Ia menjelaskan dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.011/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, justru membuat penetapan pajak ekspor sawit lebih mahal 0,5% sampai 4,5% dari sebelumnya.
"Dengan India menaikan tarif masuk CPO Indonesia itu menjadi makin tidak kompetitif karena di dalam negeri kena dan negara tujuan juga kena," katanya.
Joko menuturkan sebenarnya India maupun Indonesia sama-sama butuh terkait perdagangan sawit kedua negara. Namun dengan adanya kebijakan pemerintah melakukan perubahan aturan maka produk sawit Indonesua semakin tak kompetitif.
"Ya memang aneh, kalau negara memberlakukan kebijakan bea masuk itu normal, Indonesia yang tak normal mengenakan bea keluar," katanya.
Seperti diketahui, selain adanya perubahan pajak ekspor sesuai dengan PMK Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.011/2011, pemerintah juga telah menambah sebanyak 14 produk turunan sawit (produk hilir) yang kena pajak ekspor.
Sebelumnya produk turunan sawit termasuk crude palm oil (CPO) yang kena pajak ekspor hanya berjumlah 15 produk. Dengan demikian ada 29 produk turunan sawit yang kena pajak ekspor.
Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 26/M-DAG/PER/9/2011 Tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas Produk Turunan Crude Palm Oil Yang Dikenakan Bea Keluar yang efektif berlaku 14 September 2011. HPE sebanyak 14 produk turunan sawit yang kena bea keluar itu terhitung dari 14 September 2011 sampai 30 September 2011.
DIKUTIP DARI DETIK, JUMAT, 23 SEPTEMBER 2011
Mengantisipasi keluarnya kebijakan itu, para pedagang di negeri Hindustan tersebut membeli lebih banyak lagi produk turunan sawit seperti RBD palm olein dari Indonesia. Seperti dikutip dari The Stars, Jumat (23/9/2011), sebanyak 50.000 ton RBD palm olein telah diborong oleh importir asal India. Sumber pedagang dari Indonesia maupun India menyebutkan pembelian itu juga bagian untuk mengantisipasi permintaan adanya festival atau hari besar di India.
Seperti diketahui industri pengolahan minyak nabati di India tengah mendorong pemerintahnya untuk menaikan tarif bea masuk impor produk sawit dari 7,7% m menjadi 16,5%. Hal ini untuk melindungi kepentingan industri mereka yang sekarang mengalami idle.
Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan belum tahu soal aksi borong pembelian sawit dari India. Namun yang jelas saat ini pemerintah India akan menaikan bea masuk impor minyak sawit.
"Saya belum dengar soal itu," kata Joko saat dihubungi detikFinance, Jumat (23/9/2011).
Ia menjelaskan dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.011/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, justru membuat penetapan pajak ekspor sawit lebih mahal 0,5% sampai 4,5% dari sebelumnya.
"Dengan India menaikan tarif masuk CPO Indonesia itu menjadi makin tidak kompetitif karena di dalam negeri kena dan negara tujuan juga kena," katanya.
Joko menuturkan sebenarnya India maupun Indonesia sama-sama butuh terkait perdagangan sawit kedua negara. Namun dengan adanya kebijakan pemerintah melakukan perubahan aturan maka produk sawit Indonesua semakin tak kompetitif.
"Ya memang aneh, kalau negara memberlakukan kebijakan bea masuk itu normal, Indonesia yang tak normal mengenakan bea keluar," katanya.
Seperti diketahui, selain adanya perubahan pajak ekspor sesuai dengan PMK Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.011/2011, pemerintah juga telah menambah sebanyak 14 produk turunan sawit (produk hilir) yang kena pajak ekspor.
Sebelumnya produk turunan sawit termasuk crude palm oil (CPO) yang kena pajak ekspor hanya berjumlah 15 produk. Dengan demikian ada 29 produk turunan sawit yang kena pajak ekspor.
Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 26/M-DAG/PER/9/2011 Tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas Produk Turunan Crude Palm Oil Yang Dikenakan Bea Keluar yang efektif berlaku 14 September 2011. HPE sebanyak 14 produk turunan sawit yang kena bea keluar itu terhitung dari 14 September 2011 sampai 30 September 2011.
DIKUTIP DARI DETIK, JUMAT, 23 SEPTEMBER 2011