Pembangunan Perkebunan Harus Berkelanjutan
13 November 2017
Admin Website
Berita Daerah
6306
SAMARINDA. Laju perkembangan tanaman kelapa sawit
di Kaltim sangat pesat dan sawit sebagai komoditas perkebunan merupakan
tanaman yang sangat Lokakarya Skema Remediasi dan Kompensasi RSPO serta
Fasilitasi Pendukung Kompensasi untuk Program Konservasi di Kaltim
produktif. Sedangkan ijin usaha perkebunan yang tersebar di seluruh
wilayah kabupaten dan kota se-Kaltim mencapai 2,6 juta hektar. Namun,
ijin lahan perkebunan seluas 2,6 juta hektar baru termanfaatkan sekitar
1,1 juta hektar berarti 1,5 juta hektar tidak jelas pemanfaatan lahan
usahanya.
Karenanya, Sekretaris Provinsi Kaltim Dr H Rusmadi meminta instansi terkait terlebih pemerintah kabupaten dan kota melakukan evaluasi atas ijin-ijin lahan yang telah diterbitkan. Hal itu ditegaskannya pada, Kamis (9/11). “Jadi 2,6 juta hektar sudah dikeluarkan ijinnya untuk perkebunan. Tapi faktanya realisasi baru 1,1 juta berarti kemana 1,6 juta hektar. Disbun bersama pemda harus evaluasi,” katanya.
Menurut dia, perkebunan menjadi salah satu lokomotif ekonomi Kaltim yang terus dikembangkan namun tetap memperhatikan lingkungan dan sosial. Kelapa sawit merupakan komoditas strategis mengingat perannya sebagai penghasil devisa terbesar dari non migas dan sumber lapangan kerja. Selain itu, kegiatan usaha pemberantas kemiskinan sebab kegiatan ini sangat terbuka lapangan usaha dan kesempatan kerja.
Pemerintah telah menetapkan pembangunan perkebunan berkelanjutan yang berorientasi pada kegiatan usaha yang tersertifikasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil). “Salah satu upaya kita menerapkan prinsip pembangunan perkebunan berkelanjutan yakni kebijakan ISPO. Penguasaha harus bisa menaati kebijakan ini sebagai upaya bersama melaksanakan kegiatan usaha yang memperhatikan lingkungan dan sosial,” harapnya.
Sementara itu Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Ujang Rachmad mengatakan pemerintah terus mendorong sekaligus memastikan perusahaan di Kaltim menerapkan prinsip-prinsip pembangunan perkebunan berkelanjutan dengan penerapan sertifikasi ISPO dan RSPO. “Kita ingin memberikan pemahaman mengenai konsep dan perkembangan prosedur kompensasi dan remediasi RSPO kepada pemangku kepentingan,” ujar Ujang Rachmad.
Dia berharap pemangku kepentingan (perusahaan) mengenal konsep compensation support facility (CSF) dan bagaimana keterlibatan para pemangku kepentingan. Termasuk mampu merumuskan dan memetakan lokasi potensial di Kaltim untuk implementasi compensation liabilities perusahaan.
Lokakarya selama dua hari (8-9 November) diikuti 50 peserta terdiri dinas/instansi yang membidangi perkebunan, kehutanan, Bappeda, DLH, Gapki, akademisi, GIZ, DDPI Kaltim, WWF, GGGI Kaltim, Forum KEE Wehea, TNC dan perusahaan sawit. (yans/sul/ri/humasprov)
SUMBER : SEKRETARIAT
Karenanya, Sekretaris Provinsi Kaltim Dr H Rusmadi meminta instansi terkait terlebih pemerintah kabupaten dan kota melakukan evaluasi atas ijin-ijin lahan yang telah diterbitkan. Hal itu ditegaskannya pada, Kamis (9/11). “Jadi 2,6 juta hektar sudah dikeluarkan ijinnya untuk perkebunan. Tapi faktanya realisasi baru 1,1 juta berarti kemana 1,6 juta hektar. Disbun bersama pemda harus evaluasi,” katanya.
Menurut dia, perkebunan menjadi salah satu lokomotif ekonomi Kaltim yang terus dikembangkan namun tetap memperhatikan lingkungan dan sosial. Kelapa sawit merupakan komoditas strategis mengingat perannya sebagai penghasil devisa terbesar dari non migas dan sumber lapangan kerja. Selain itu, kegiatan usaha pemberantas kemiskinan sebab kegiatan ini sangat terbuka lapangan usaha dan kesempatan kerja.
Pemerintah telah menetapkan pembangunan perkebunan berkelanjutan yang berorientasi pada kegiatan usaha yang tersertifikasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil). “Salah satu upaya kita menerapkan prinsip pembangunan perkebunan berkelanjutan yakni kebijakan ISPO. Penguasaha harus bisa menaati kebijakan ini sebagai upaya bersama melaksanakan kegiatan usaha yang memperhatikan lingkungan dan sosial,” harapnya.
Sementara itu Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Ujang Rachmad mengatakan pemerintah terus mendorong sekaligus memastikan perusahaan di Kaltim menerapkan prinsip-prinsip pembangunan perkebunan berkelanjutan dengan penerapan sertifikasi ISPO dan RSPO. “Kita ingin memberikan pemahaman mengenai konsep dan perkembangan prosedur kompensasi dan remediasi RSPO kepada pemangku kepentingan,” ujar Ujang Rachmad.
Dia berharap pemangku kepentingan (perusahaan) mengenal konsep compensation support facility (CSF) dan bagaimana keterlibatan para pemangku kepentingan. Termasuk mampu merumuskan dan memetakan lokasi potensial di Kaltim untuk implementasi compensation liabilities perusahaan.
Lokakarya selama dua hari (8-9 November) diikuti 50 peserta terdiri dinas/instansi yang membidangi perkebunan, kehutanan, Bappeda, DLH, Gapki, akademisi, GIZ, DDPI Kaltim, WWF, GGGI Kaltim, Forum KEE Wehea, TNC dan perusahaan sawit. (yans/sul/ri/humasprov)
SUMBER : SEKRETARIAT