(0541)736852    (0541)748382    disbun@kaltimprov.go.id

Belum Ada Pembatalan Ekspor CPO

02 Februari 2012 Admin Website Artikel 3955
JAKARTA. Eksportir minyak kelapa sawit mengakui belum ada pembatalan kontrak ekspor komoditas tersebut ke AS, kendati Negara itu sudah mengkaji biofuel sawit hanya mampu mengurangi efek gas rumah kaca 11%-17%, jauh di bawah syarat mereka minimal.
 
Kelapa bidang pemasaran Gapki Susanto mengatakan sampai saat ini belum ada pembatalan order kelapa sawit dari importir di Amerika Serikat. Karena keputusan itu belum berlaku efektif. Dia menuturkan ekspor CPO dan produk turunannya ke AS pada 2009 sebanyak 276.000 ton turun menjadi 172.000 ton pada 2010 dan kembali turun pada 2011 menjadi 80.000 ton. Dia mengakui ada tren penurunan ekspor CPO ke AS dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun keputusan AS tersebut katanya akan berdampak besar bagi industri kelapa sawit di Tanah Air, oleh karena itu, menurutnya Indonesia harus menjelaskan dengan data-data ilmiah, akurat serta pembangun kelapa sawit “Supaya mereka AS tidak salah. Memang kebutuhan AS tidak besar.”
 
Susanto menambahkan Indonesia arus menjelaskan kepada mereka bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit saat ini sudah berbeda dengan perkebunan era 1980-1990-an yang pada saat itu perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan membuka kawasan hutan. Dia menuturkan pembukaan kebun kelapa sawit pada saat ini berada di lahan-lahan yang sudah terdegradasi, bukan hutan alami dan hutan primer lagi. “juga bukan di tanah gambut.”
 
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menjelaskan efek gas rumah kaca dapat dikurangi jika menggunakan bahan bakar (biofuel) berbasis kelapa sawit. Dia menjelaskan program Amerika Serikat pada 2012 harus mencampur bahan bakar dengan 7,5 miliar galon biofuel. Biofuel yang masuk pada program itu katanya yang mampu mengurangi efek gas rumah kaca minimal 20% dalam perhitungan oleh pihak AS, CPO dapat mengurangi efek gas rumah kaca hanya 11%-17%. Menurutnya Indonesia dapat menunjukkan kepada AS pengurangan efek gas rumah kaca dari biofuel berbasis sawit jauh lebih besar dari klaim mereka yaitu sekitar 40-46% pengurangan efek gas rumah kaca yang dapat dihemat dari penggunaan sawit tersebut. Dalam kajian AS tersebut masih ada hal yang luput dari perhitungan. As memandang seluruh perkebunan kelapa sawit di Indonesia berasal dari hutan alam. Padahal tidak semua perkebunan sawit berada di hutan alam, tetapi ada yang berada di lahan perkebunan serta hutan produksi yang terlantar.
 
Indonesia, menurutnya telah mampu mengatasi hal seperti (kampanye hitam) kelapa sawit. Pemeintah, katanya akan melakukan hal yang sama dalam memerangi kampanye hitam yang dilakukan AS tersebut. Bayu menuturkan dari sudut pemerintah seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan kementerian Lingkungan Hidup akan mengirimkan pandanganya terkait dengan notifikasi itu.
 
Selain itu, pemerintah meminta pelaku usaha petani dan pembangku kepentingan lainnya untuk segera mengirimkan pandangan tentang sawit, karena sekarang isu itu terbuka sebagai opini publik sampai dengan 27 Februari 2012. Ekspor kelapa sawit ke AS katanya tidak terlalu besar yaitu kurang dari 100.000 ton setiap tahun lebih rendah dari Malaysia.
 
Kementerian berencana untuk melapor ke World Trade Organization (WTO) terkait kasus perdagangan sawit jika terbukti perdagangan sawit Indonesia dikucilkan dunia

DIKUTIP DARI BISNIS INDONESIA, KAMIS, 2 PEBRUARI 2012

Artikel Terkait