GAPKI Minta Bea Keluar CPO Dikaji Ulang
26 Februari 2011
Admin Website
Artikel
3799
MEDAN--MICOM: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki)
Sumut tetap berharap pemerintah mengevaluasi penetapan bea keluar minyak
sawit mentah yang sudah mencapai 25 persen untuk pengiriman Maret,
karena diyakini kuat pajak ekspor itu mengancam daya saing.
"Diakui hingga kini, pemerintah masih saja tetap menerapkan BK (bea keluar) bahkan, kemarin Kementerian Perdagangan masih menetapkan sebesar 25 persen atau sama dengan besaran sebelumnya, " kata Bendahara Gapki Sumut, Laksamana Adiyaksa, di Medan, Kamis (24/2).
Mengutip peryataan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Deddy Saleh di Jakarta, Rabu (23/2), Laksamana menyebutkan, harga referensi bulan Maret menjadi US$1.294,53 per metrik ton.
"Mudah-mudahan saja, skema penetapan BK ekspor CPO progresif berdasarkan perkembangan harga CPO internasional yang tetap dijalankan pemerintah tidak menjadi bumerang akibat melemahkan daya saing produk nasional," ujar Adiyaksa.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.67/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan BK, BK CPO ditetapkan berdasarkan harga referensi yang dihitung dari rata-rata harga CPO di Rotterdam, Belanda, satu bulan sebelumnya.
Kebijakan skema tersebut dinilai pengusaha menimbulkan ketidakpastian biaya bagi eksportir.
"Mungkin pengusaha masih bisa menekan kerugian dari besaran BK itu, tetapi yang sudah pasti merugi adalah petani karena pengusaha membebankan bea itu ke harga beli ," katanya.
Harga crude palm oil (CPO) memang bergerak naik akibat permintaan yang meningkat dan pengaruh harga minyak mentah. Tender CPO di Kantor Pemasaran Bersama PT.Perkebunan Nusantara, Kamis sore misalnya terjual Rp8.400 per kg, setelah pada tanggal 22 Februari
harga CPO di bursa Rotterdam untuk pengapalan Februari dan Maret ditutup US$1.255 per metrik ton.
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), H Anizar Simanjuntak, menyebutkan, beban apa yang dikenakan pemerintah ke pengusaha imbasnya ke petani juga.
"Makanya Apkasindo, bukan hanya ikut meminta pemerintah mempertimbangkan kembali skema perhitungan penetapan BK tersebut, tettapi juga menghapuskannya," katanya.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, JUMAT, 25 PEBRUARI 2011
"Diakui hingga kini, pemerintah masih saja tetap menerapkan BK (bea keluar) bahkan, kemarin Kementerian Perdagangan masih menetapkan sebesar 25 persen atau sama dengan besaran sebelumnya, " kata Bendahara Gapki Sumut, Laksamana Adiyaksa, di Medan, Kamis (24/2).
Mengutip peryataan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Deddy Saleh di Jakarta, Rabu (23/2), Laksamana menyebutkan, harga referensi bulan Maret menjadi US$1.294,53 per metrik ton.
"Mudah-mudahan saja, skema penetapan BK ekspor CPO progresif berdasarkan perkembangan harga CPO internasional yang tetap dijalankan pemerintah tidak menjadi bumerang akibat melemahkan daya saing produk nasional," ujar Adiyaksa.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.67/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan BK, BK CPO ditetapkan berdasarkan harga referensi yang dihitung dari rata-rata harga CPO di Rotterdam, Belanda, satu bulan sebelumnya.
Kebijakan skema tersebut dinilai pengusaha menimbulkan ketidakpastian biaya bagi eksportir.
"Mungkin pengusaha masih bisa menekan kerugian dari besaran BK itu, tetapi yang sudah pasti merugi adalah petani karena pengusaha membebankan bea itu ke harga beli ," katanya.
Harga crude palm oil (CPO) memang bergerak naik akibat permintaan yang meningkat dan pengaruh harga minyak mentah. Tender CPO di Kantor Pemasaran Bersama PT.Perkebunan Nusantara, Kamis sore misalnya terjual Rp8.400 per kg, setelah pada tanggal 22 Februari
harga CPO di bursa Rotterdam untuk pengapalan Februari dan Maret ditutup US$1.255 per metrik ton.
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), H Anizar Simanjuntak, menyebutkan, beban apa yang dikenakan pemerintah ke pengusaha imbasnya ke petani juga.
"Makanya Apkasindo, bukan hanya ikut meminta pemerintah mempertimbangkan kembali skema perhitungan penetapan BK tersebut, tettapi juga menghapuskannya," katanya.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, JUMAT, 25 PEBRUARI 2011