IICC Sepakat Majukan Kakao Tanpa Rusak Lingkungan
09 Juli 2011
Admin Website
Artikel
3822
NUSA DUA. Pertemuan "The 5th Indonesian International Cocoa Conference
2011" yang diikuti para pelaku perkebunan, industri dan organisasi kakao
internasional di Nusa Dua, Jumat malam sepakat membangun
keberlangsungan tanaman kakao bagi petani tanpa merusak lingkungan.
"Rekomendasi kami adalah bagaimana membangun keberlanjutan kakao secara bersama-sama, baik petaninya bisa merasakan keuntungan dengan usaha ini, pedagangnya, industrinya juga begitu tanpa merusak alam dan lingkungan," ungkap Ketua Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang disela-sela penutupan konferensi coklat internasional ini.
Menurut dia, Indonesia sudah membentuk "Cocoa Sustainability Partnership". Masing-masing organisasi di dunia ini dianjurkan membentuk organisasi "sustainability" yang nantinya berada di bawah "World Cocoa Foundation" sebagai penyatu semua usaha-usaha bersama.
Terkait jumlah ekspor biji kakao, Zulhefi mengatakan, untuk tahun ini Indonesia hanya akan mengekspor 300.000 ton saja, sedangkan untuk konsumsi dalam negeri sebanyak 250.000 ton. Hal tersebut dikarenakan pengaruh iklim yang sering hujan, sehingga seharusnya kakao dapat dipanen setahun dua kali, namun kali ini hanya dapat dipanen setahun sekali.
"Untuk harga kakao sendiri umumnya saat ini adalah 3.000 dolar per ton," katanya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan RI Mari Elka Pangestu yang hadir dalam penuntupan mengatakan, konferensi tersebut layak diapresiasi karena selain dari tahun ke tahun terdapat perkembangan, juga kegiatannya dilakukan di Indonesia.
"Yang pertama apresiasi. Ini dilakukan di Indonesia karena ini pertemuan internasional. Saya lihat perkembangannya dari jumlah peserta dari 51 negara, naik 23 persen dibanding tahun 2007," katanya.
Selain itu, menurut Mari, perkembangan tentang kakao juga dapat dilihat dari adanya kerja sama dan kolaborasi antara produsen dan petani, juga antara produsen dan industri.
"Ketiga, kalau dari segi permintaan itu naik. Walaupun Amerika dan Eropa mungkin tidak naik. Karena pertumbuhan di Asia emerging dengan pendapatan, dan mereka akan konsumsi lebih banyak coklat," tuturnya.
Sedangkan dari sisi suplai, menurut Mari, adalah persaingan penggunaan lahan peningkatan produksi yang harus bisa disikapi.
"Jadi kunci utamanya kemajuan kakao adalah meningkatkan produktivitas, karena kalau produktivitas meningkat, petaninya juga naik, penggunaan lahan juga akan berkurang, jadi untuk terus meningkatkan produksi tidak harus melalui perluasan lahan. Kalau kita ingin kakao berkelanjutan secara ekonomi, itu berarti harga, insentif untuk petani dan lingkungan diperhatikan," ujarnya.
DIKUTIP DARI ANTARA NEWS, JUMAT, 8 JULI 2011
"Rekomendasi kami adalah bagaimana membangun keberlanjutan kakao secara bersama-sama, baik petaninya bisa merasakan keuntungan dengan usaha ini, pedagangnya, industrinya juga begitu tanpa merusak alam dan lingkungan," ungkap Ketua Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang disela-sela penutupan konferensi coklat internasional ini.
Menurut dia, Indonesia sudah membentuk "Cocoa Sustainability Partnership". Masing-masing organisasi di dunia ini dianjurkan membentuk organisasi "sustainability" yang nantinya berada di bawah "World Cocoa Foundation" sebagai penyatu semua usaha-usaha bersama.
Terkait jumlah ekspor biji kakao, Zulhefi mengatakan, untuk tahun ini Indonesia hanya akan mengekspor 300.000 ton saja, sedangkan untuk konsumsi dalam negeri sebanyak 250.000 ton. Hal tersebut dikarenakan pengaruh iklim yang sering hujan, sehingga seharusnya kakao dapat dipanen setahun dua kali, namun kali ini hanya dapat dipanen setahun sekali.
"Untuk harga kakao sendiri umumnya saat ini adalah 3.000 dolar per ton," katanya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan RI Mari Elka Pangestu yang hadir dalam penuntupan mengatakan, konferensi tersebut layak diapresiasi karena selain dari tahun ke tahun terdapat perkembangan, juga kegiatannya dilakukan di Indonesia.
"Yang pertama apresiasi. Ini dilakukan di Indonesia karena ini pertemuan internasional. Saya lihat perkembangannya dari jumlah peserta dari 51 negara, naik 23 persen dibanding tahun 2007," katanya.
Selain itu, menurut Mari, perkembangan tentang kakao juga dapat dilihat dari adanya kerja sama dan kolaborasi antara produsen dan petani, juga antara produsen dan industri.
"Ketiga, kalau dari segi permintaan itu naik. Walaupun Amerika dan Eropa mungkin tidak naik. Karena pertumbuhan di Asia emerging dengan pendapatan, dan mereka akan konsumsi lebih banyak coklat," tuturnya.
Sedangkan dari sisi suplai, menurut Mari, adalah persaingan penggunaan lahan peningkatan produksi yang harus bisa disikapi.
"Jadi kunci utamanya kemajuan kakao adalah meningkatkan produktivitas, karena kalau produktivitas meningkat, petaninya juga naik, penggunaan lahan juga akan berkurang, jadi untuk terus meningkatkan produksi tidak harus melalui perluasan lahan. Kalau kita ingin kakao berkelanjutan secara ekonomi, itu berarti harga, insentif untuk petani dan lingkungan diperhatikan," ujarnya.
DIKUTIP DARI ANTARA NEWS, JUMAT, 8 JULI 2011