Pengusaha Desak lagi Pajak Ekspor Progresif CPO Ditiadakan
11 Mei 2011
Admin Website
Artikel
4169
JAKARTA--MICOM: Desakan atas penghapusan pajak ekspor progresif crude palm oill(CPO)
atau minyak sawit mentah kembali bergaung. Pajak ekspor progresif CPO
yang mencapai 25 persen terlalu tinggi sehingga memberatkan pelaku
industri sawit. Pemerintah seharusnya menerapkan pajak secara flat bukan
progresif.
Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GPPI) Soedjai Kartasasmita menegaskan hal tersebut usai acara International Conference and Exhibition on Palm Oil (ICE-PO) 2011 di Jakarta, kemarin. Penerapan pajak ekspor progresif menjadi faktor penghambat perkembangan perkebunan kelapa sawit.
"Pemerintah ingin memacu nilai ekspor CPO, tapi malah memasang kebijakan pajak ekpor progresif. Lucu, kita dorong ekspor, dikenakan pajak tinggi. Pemerintah segera menyelesaikan revisi pajak ekspor. Kalau perlu jangan ada pajak ekspor untuk CPO," ujarnya.
Jumlah produksi CPO Indonesia saat ini mencapai 22 juta ton per tahun. Kebutuhan CPO dalam negeri per tahun hanya mencapai 5 juta ton. Tidak berkembangnya industri hilir membuat serapan CPO di dalam negeri sangat rendah, sehingga petani harus mengekspornya.
Tragisnya, hasil pajak ekpor CPO tidak dikembalikan untuk perkembangan industri sawit. Ini terlihat dari lambatnya infrastruktur seperti pelabuhan.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, RABU, 11 MEI 2011
Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GPPI) Soedjai Kartasasmita menegaskan hal tersebut usai acara International Conference and Exhibition on Palm Oil (ICE-PO) 2011 di Jakarta, kemarin. Penerapan pajak ekspor progresif menjadi faktor penghambat perkembangan perkebunan kelapa sawit.
"Pemerintah ingin memacu nilai ekspor CPO, tapi malah memasang kebijakan pajak ekpor progresif. Lucu, kita dorong ekspor, dikenakan pajak tinggi. Pemerintah segera menyelesaikan revisi pajak ekspor. Kalau perlu jangan ada pajak ekspor untuk CPO," ujarnya.
Jumlah produksi CPO Indonesia saat ini mencapai 22 juta ton per tahun. Kebutuhan CPO dalam negeri per tahun hanya mencapai 5 juta ton. Tidak berkembangnya industri hilir membuat serapan CPO di dalam negeri sangat rendah, sehingga petani harus mengekspornya.
Tragisnya, hasil pajak ekpor CPO tidak dikembalikan untuk perkembangan industri sawit. Ini terlihat dari lambatnya infrastruktur seperti pelabuhan.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, RABU, 11 MEI 2011