Sapi Gemuk dari Sawit, Sawit Subur dari Sapi
29 Agustus 2014
Admin Website
Berita Daerah
5962
SAMARINDA. HAMPARAN pokok kelapa sawit terus melebar di Kaltim,
hari lepas hari. Hingga detik ini, tak kurang 1,13 juta hektare tanah
ditanami pohon "berbuah minyak goreng". Dengan demikian, ladang sawit di
Kaltim setara dengan 15 kali luas Samarinda.
Masih terlampau sempit. Tersedia 1,97 juta hektare lagi yang bisa ditanami. Dinas Perkebunan Kaltim mencatat, 400 izin usaha perkebunan kelapa sawit memiliki total luas 3,1 juta hektare dengan realisasi 1,13 juta hektare.
Bentangan kebun sawit menciptakan berbagai potensi. Sedikit rumit adalah membangun pembangkit listrik berbahan bakar tandan kosong kelapa sawit yang banyak dibuang. Atau, mesin setrum yang digerakkan biomassa dari limbah cair yang menghasilkan metana.
Adapun kemampuan kebun sawit yang lebih sederhana adalah menggemukkan sapi. Daun, batang, dan sisa pohon yang lain bisa menjadi pakan ternak. Peluang itu hendak ditangkap Pemprov Kaltim dengan memulai program dua juta ekor sapi.
Satu hektare kebun sawit bisa memuat tiga ekor sapi. Dengan hitungan sederhana, setengah dari 1,13 juta hektare lahan saja dihuni tiga sapi, program tadi sudah terpenuhi.
Keniscayaan telah dipastikan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Kementerian Pertanian. Didukung pula kajian Balai Penelitian Kelapa Sawit. Kedua lembaga sama-sama menggaransi bahwa pola integrasi sapi-sawit dapat berjalan dan keduanya diuntungkan.
"Sapi bisa memakan dari berbagai sumber di bawah pohon sawit berusia di atas tujuh tahun. Sementara kotoran sapi menjadi pupuk pohon. Sapi pun bisa digunakan untuk mengangkut buah sawit," jelas Kepala Dinas Peternakan Kaltim Dadang Sudarya ketika berbincang dengan Kaltim Post.
Sejauh ini, terangnya, empat perusahaan sawit meneken nota kesepahaman bersama Pemprov Kaltim. Baru satu perusahaan yang menyatakan kesiapan menerapkan formasi sapi-sawit. Untuk sekarang, aku Dadang, belum ada aturan yang mengikat.
Namun, Pemprov Kaltim sudah membidik program dua juta ekor sapi pada 2018. Bukan hanya melenyapkan “impor” sapi Kaltim mengingat keperluan Bumi Etam masih disuplai dari Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Pulau Jawa. Sapi di Kaltim dan Kaltara saat ini baru 108 ribu ekor dan belum menciptakan kata "swasembada".
Lewat program dua juta ekor sapi, Kaltim mengincar swasembada daging termasuk memenuhi kebutuhan nasional. Swasta pun memegang kendali penting. Dadang mengatakan, dana pemerintah hanya sebagian kecil. Dia merincikan, dari rencana dua juta ekor, 25 ribu ekor bersumber dari APBN. Kemudian APBD Kaltim 50 ribu ekor, dan APBD kabupaten/kota 150 ribu ekor. Anggaran pemerintah murni hanya menyiapkan 225 ribu ekor sapi.
Itu berarti, sektor swasta mesti menyiapkan 1,7 juta ekor lagi. Ada bantuan modal dari perbankan yakni 250 ribu melalui kredit ternak sejahtera BPD Kaltim. Sementara BRI dan BNI menyalurkan kredit untuk pengadaan 250 ribu sapi bagi kelompok ternak.
Sisa 1,2 juta ekor yang diharapkan diwujudkan perusahaan perkebunan. Orientasi pengembangan populasi sapi, kata Dadang, lebih banyak diarahkan kepada perkebunan sawit sebagai pengelola lahan.
Program dua juta ekor sapi pun mengundang lirikan pemodal. Menurut rencana, pada 27 Agustus mendatang, investor dari Australia bertolak ke Kaltim untuk menjajaki kerja sama.
"Masih pembicaraan awal. Mereka mau survei teritorial untuk melihat potensi," tutur Dadang. Dalam pelaksanaan kelak, pemprov menggandeng konsultan dari Kalimantan Tengah. Konsultan mendampingi pengusaha sawit mengintegrasikan tanaman dengan peternakan sapi.
"Kalteng telah memelihara 2.500 ekor sapi impor dari Australia. Tak hanya bibit, juga penggemukan," ujar dia.
Program dua juta ekor sapi akan dimulai bertahap. Tahun perdana ditargetkan 100 ribu ekor. Sementara rentang 2015 hingga 2018 sebanyak 475 ribu ekor setiap tahun. Bibit sapi didatangkan dari, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jogjakarta.
"Kalau kurang, masih ada dari Australia," katanya. Ini juga bukan program baru. Proyek sejenis telah dicanangkan di Jambi, Kalteng, dan Riau.
Dadang memaparkan, belajar dari daerah yang sudah mengembangkan pola integrasi, tersedia tiga model pemeliharaan. Pertama, sistem intensif dengan mengandangkan sapi. Kedua, sistem ekstensif yakni digembalakan terus-menerus.
"Dengan sistem rotasi atau berpindah dari satu lahan ke lahan yang lain dengan rentang waktu tertentu," ucapnya. Lewat model ini, pemadatan tanah dan rumput yang diinjak sapi menjadi lebih rata.
Model terakhir adalah sistem semi-intensif alias kombinasi dua sistem tadi. "Malam hari di kandang, pagi dilepas," terang Dadang.
Saat ini, lanjut dia, disiapkan peraturan gubernur untuk mengikat pengusaha perkebunan. Meski begitu, lini usaha sapi sejatinya sudah menggiurkan. Dalam enam bulan, internal rate of return (IRR/tingkat pengembalian modal) sebesar 25 persen. Persentase itu diperoleh dengan catatan, penggemukan sapi memakai metode kombinasi.
Jika perusahaan perkebunan tertarik, program dua juta ekor sapi pun sangat tidak mustahil. Andai kata terwujud, populasi sapi di Kaltim yang mencapai dua juta ekor pada 2018 pun sama dengan setengah jumlah penduduk provinsi ini. (fel/zal/k9)
DIKUTIP DARI KALTIM POST, SENIN, 26 AGUSTUS 2014