Tingkatkan Kewajiban Jual CPO Dalam Negeri
05 Maret 2014
Admin Website
Berita Nasional
4538
BANJARMASIN. Anggota Komisi IV DPR-RI Habib Nabiel Fuad Almusawa menyarankan
Pemerintah Indonesia agar membuat kebijakan mewajibkan produsen minyak
mentah sawit (CPO) meningkatkan menjual hasil produksinya di pasaran
dalam negeri hingga 15 persen.
"Peningkatan tersebut guna mengantisipasi produksi minyak siap jual (lifting) tahun ini yang diperkirakan tidak akan bisa mencapai 870.000 barel per hari (bph), sebagaimana target APBN 2014," ujarnya dalam keterangan persnya kepada wartawan di Banjarmasin, Selasa.
"Karena kebijakan pemerintah saat ini, hanya mewajibkan produsen CPO memasarkan 10 persen hasilnya di dalam negeri. Persentase itu naikan lagi lima persen, sehingga menjadi 15 persen," lanjut legislator asal daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Selatan (Kalsel) tersebut.
Saran politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengomentari laporan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), yang menyatakan realisasi lifting minyak tahun ini (2014) diproyeksikan hanya 813.000 bph.
Ia mengungkapkan, proyeksi itu didasarkan pada persetujuan SKK Migas atas rencana kerja dan anggaran kontraktor kontrak kerja sama yang menyebutkan bahwa realisasi lifting tahun 2014 adalah 804.000 bph.
"Sementara optimalisasi dari semua program terinventarisasi diperkirakan menambah pasokan sekitar 9.000 bph. Hal ini karena lapangan-lapangan minyak dalam negeri sudah cukup tua dan tidak ada penemuan baru yang besar," ungkapnya.
Jadi, menurut wakil rakyat yang menyandang gelar insinyur dan magister bidang pertanian tersebut, ada defisit lifting minyak antara target APBN dengan proyeksi sebesar 57.000 bph, dan untuk mencukupinya berarti harus ada tambahan impor sebesar itu.
"Dengan tambahan kewajiban jual CPO di dalam negeri sebesar lima persen atau hingga menjadi 15 persen, harapannya bisa mengcover seluruh defisit. Tapi kalaupun tidak bisa mengcover semua, setidaknya bisa mengurangi nilai impor," lanjutnya.
Ia mengungkapkan pula, kebijakan biodiesel saat ini untuk mendorong mencampurkan 10% bahan bakar nabati ke solar. Besaran tersebut akan terus ditingkatkan.
"Saat ini bahan baku biodiesel masih bergantung pada kelapa sawit (CPO). Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) menargetkan total produksi biodiesel tahun ini 4,02 juta kilo liter (KL), guna bisa menghemat devisa negara sebesar 3,1 miliar dolar Amerika Serikat," ujarnya.
"Campuran 10 persen bisa menghemat devisa 3,1 miliar dolar AS. Jadi kalau ditambah lima persen berarti ada tambahan penghematan devisa sekitar 1,5 miliar dolar AS," demikian Habib Nabiel.
DIKUTIP DARI INVESTOR DAILY, RABU, 5 MARET 2014
"Peningkatan tersebut guna mengantisipasi produksi minyak siap jual (lifting) tahun ini yang diperkirakan tidak akan bisa mencapai 870.000 barel per hari (bph), sebagaimana target APBN 2014," ujarnya dalam keterangan persnya kepada wartawan di Banjarmasin, Selasa.
"Karena kebijakan pemerintah saat ini, hanya mewajibkan produsen CPO memasarkan 10 persen hasilnya di dalam negeri. Persentase itu naikan lagi lima persen, sehingga menjadi 15 persen," lanjut legislator asal daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Selatan (Kalsel) tersebut.
Saran politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengomentari laporan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), yang menyatakan realisasi lifting minyak tahun ini (2014) diproyeksikan hanya 813.000 bph.
Ia mengungkapkan, proyeksi itu didasarkan pada persetujuan SKK Migas atas rencana kerja dan anggaran kontraktor kontrak kerja sama yang menyebutkan bahwa realisasi lifting tahun 2014 adalah 804.000 bph.
"Sementara optimalisasi dari semua program terinventarisasi diperkirakan menambah pasokan sekitar 9.000 bph. Hal ini karena lapangan-lapangan minyak dalam negeri sudah cukup tua dan tidak ada penemuan baru yang besar," ungkapnya.
Jadi, menurut wakil rakyat yang menyandang gelar insinyur dan magister bidang pertanian tersebut, ada defisit lifting minyak antara target APBN dengan proyeksi sebesar 57.000 bph, dan untuk mencukupinya berarti harus ada tambahan impor sebesar itu.
"Dengan tambahan kewajiban jual CPO di dalam negeri sebesar lima persen atau hingga menjadi 15 persen, harapannya bisa mengcover seluruh defisit. Tapi kalaupun tidak bisa mengcover semua, setidaknya bisa mengurangi nilai impor," lanjutnya.
Ia mengungkapkan pula, kebijakan biodiesel saat ini untuk mendorong mencampurkan 10% bahan bakar nabati ke solar. Besaran tersebut akan terus ditingkatkan.
"Saat ini bahan baku biodiesel masih bergantung pada kelapa sawit (CPO). Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) menargetkan total produksi biodiesel tahun ini 4,02 juta kilo liter (KL), guna bisa menghemat devisa negara sebesar 3,1 miliar dolar Amerika Serikat," ujarnya.
"Campuran 10 persen bisa menghemat devisa 3,1 miliar dolar AS. Jadi kalau ditambah lima persen berarti ada tambahan penghematan devisa sekitar 1,5 miliar dolar AS," demikian Habib Nabiel.
DIKUTIP DARI INVESTOR DAILY, RABU, 5 MARET 2014