Apkasindo minta TBS dikenai pajak
28 Januari 2012
Admin Website
Artikel
4374
MEDAN. Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia meminta pemerintah
memasukkan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menjadi barang kena
pajak, sehingga para petani dapat mengkreditkan PPN yang sudah dibayar.
Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad mendesak pemerintah menjadikan TBS sebagai barang kena pajak (BKP), sehingga petani beromset di atas Rp600 juta per tahun dapat mengkreditkan seluruh biaya PPN.
"Saat ini TBS merupakan barang strategis yang PPN-nya dibebaskan. Akibatnya, PPN masukan yang dibayarkan, seperti pembelian pupuk dan lain sebagainya, tidak dapat dikreditkan," ujarnya hari ini.
Menurutnya, sesuai dengan UU PPN No.42/2009, PPN masukan yang dibayarkan atas pembelian pupuk dan komoditas lain dapat dikreditkan asalkan komoditas tersebut dijadikan barang kena pajak.
"Perlakuan ini sangat merugikan petani dan diskriminatif karena pengusaha besar dapat mengkreditkan PPN pupuk dan produk lain yang PPN-nya sudah dibayarkan," tuturnya.
Untuk itu, kata Asmar, Apkasindo mengusulkan agar TBS agar dijadikan barang kena pajak, sehingga PPN Masukan yang dibayarkan atas pembelian pupuk dan kebutuhan lain dapat dikreditkan.
"Lebih menguntungkan bagi petani jika TBS menjadi barang kena pajak. Dalam waktu dekat kami akan menyurati kementerian terkait agar menjadikan TBS sebagai barang kena pajak," paparnya.
Sebelumnya, pelaku industri kelapa sawit mengeluh karena pajak penghasilan masukan untuk menghasilkan tandan buah segar 10% tidak dapat dikreditkan.
Berdasarkan PP No. 31/2007 tentang Impor dan Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN, TBS ditetapkan sebagai barang kena pajak strategis (BKP strategis), sehingga tidak dapat dikreditkan oleh industri kelapa sawit.
Kemudian, Dirjen Pajak mengeluarkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-90/PJ/2011 ter tanggal 23 November 2011 tentang Pengkreditan Pajak Masukan Pada Perusahaan Terpadu Kelapa Sawit.
Berdasarkan surat edaran itu, PPN masukan yang dibayar untuk perolehan barang kena pajak yang atas penyerahanya dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan. Begitu juga untuk perusahaan ke lapa sawit terintegrasi, yang dalam penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, maka tidak dapat dikreditkan.
Pajak berganda
Kepala Bidang Pemasaran Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Susanto, belum lama ini, mengatakan kebijakan ini mengakibatkan industri ke lapa sawit dikenakan pajak berganda dan menekan daya saing CPO Indonesia.
Dia mengatakan kebijakan fiskal di perkebuhan, khususnya kelapa sawit masih banyak yang dapat meningkatkan biaya, sehingga daya saing produksi kelapa sawit domestik belum dikelola dengan maksimal.
Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad mendesak pemerintah menjadikan TBS sebagai barang kena pajak (BKP), sehingga petani beromset di atas Rp600 juta per tahun dapat mengkreditkan seluruh biaya PPN.
"Saat ini TBS merupakan barang strategis yang PPN-nya dibebaskan. Akibatnya, PPN masukan yang dibayarkan, seperti pembelian pupuk dan lain sebagainya, tidak dapat dikreditkan," ujarnya hari ini.
Menurutnya, sesuai dengan UU PPN No.42/2009, PPN masukan yang dibayarkan atas pembelian pupuk dan komoditas lain dapat dikreditkan asalkan komoditas tersebut dijadikan barang kena pajak.
"Perlakuan ini sangat merugikan petani dan diskriminatif karena pengusaha besar dapat mengkreditkan PPN pupuk dan produk lain yang PPN-nya sudah dibayarkan," tuturnya.
Untuk itu, kata Asmar, Apkasindo mengusulkan agar TBS agar dijadikan barang kena pajak, sehingga PPN Masukan yang dibayarkan atas pembelian pupuk dan kebutuhan lain dapat dikreditkan.
"Lebih menguntungkan bagi petani jika TBS menjadi barang kena pajak. Dalam waktu dekat kami akan menyurati kementerian terkait agar menjadikan TBS sebagai barang kena pajak," paparnya.
Sebelumnya, pelaku industri kelapa sawit mengeluh karena pajak penghasilan masukan untuk menghasilkan tandan buah segar 10% tidak dapat dikreditkan.
Berdasarkan PP No. 31/2007 tentang Impor dan Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN, TBS ditetapkan sebagai barang kena pajak strategis (BKP strategis), sehingga tidak dapat dikreditkan oleh industri kelapa sawit.
Kemudian, Dirjen Pajak mengeluarkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-90/PJ/2011 ter tanggal 23 November 2011 tentang Pengkreditan Pajak Masukan Pada Perusahaan Terpadu Kelapa Sawit.
Berdasarkan surat edaran itu, PPN masukan yang dibayar untuk perolehan barang kena pajak yang atas penyerahanya dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan. Begitu juga untuk perusahaan ke lapa sawit terintegrasi, yang dalam penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, maka tidak dapat dikreditkan.
Pajak berganda
Kepala Bidang Pemasaran Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Susanto, belum lama ini, mengatakan kebijakan ini mengakibatkan industri ke lapa sawit dikenakan pajak berganda dan menekan daya saing CPO Indonesia.
Dia mengatakan kebijakan fiskal di perkebuhan, khususnya kelapa sawit masih banyak yang dapat meningkatkan biaya, sehingga daya saing produksi kelapa sawit domestik belum dikelola dengan maksimal.
DIKUTIP DARI BISNIS INDONESIA, RABU, 25 JANUARI 2012