Limbah Kelapa Sawit Ternyata Juga Dilirik
12 Juni 2012
Admin Website
Artikel
4261
SAMARINDA. Peluang pembibitan atau penangkaran kelapa
sawit di Kaltim sangat memungkinkan untuk dilirik oleh investor.
Pengolahan limbah kelapa sawit yang dapat diproses menjadi biogas
methanol juga memerlukan investor untuk proses pengolahannya.
Permintaan luar negeri, diantaranya berasal dari Singapura dan Jepang untuk produk turunan limbah kelapa sawit seperti bio ethanol, ternyata masih sangat tinggi. Sebab itu, perlu disiapkan berbagai infrastruktur dan kelengkapan pendukung untuk melakukan proses limbah kelapa sawit menjadi diversifikasi produk turunan. Apalagi, kelapa sawit merupakan tanaman yang zero weist atau tanpa limbah terbuang, maka keunggulan kelapa sawit terus diincar oleh beberapa investor.
"Jadi di Kaltim ini masih terbuka peluang pembibitan kelapa sawit, pengolahan turunan dari CPO untuk menjadi komoditi lainnya serta peluang pengolahan limbah yang semuanya memiliki prospek sangat menarik," kata Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Hj Etnawati, saat mendampingi Wakil Gubernur Farid Wadjdy menerima delegasi Negara Brunei Darussalam, Sabtu (9/6).
Sayangnya, saat ini, lonjakan kebutuhan bibit kelapa sawit di masyarakat tidak dapat dicukupi oleh 8 perusahan nasional yang telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai penangkar resmi. Menurut Etnawati, saat ini untuk mencukupi kebutuhan bibit kelapa sawit di seluruh Indonesia, pemerintah telah menetapkan delapan perusahaan nasional diantaranya PT London Sumatera (Lonsum), Sucofindo, PPKS dan lainnya.
"Tingginya kebutuhan bibit di Indonesia ini yang belum dapat dipenuhi oleh delapan perusahaan tersebut sehingga Indonesia juga masih melakukan impor dari beberapa negara di Afrika," ujarnya.
Dijelaskannya, untuk bibit Program Satu Juta Hektar Kelapa Sawit yang kini realisasinya telah mencapai 827 ribu hektar, bibitnya telah dipesan sehingga akan tercukupi hingga sesuai dengan target yang ditetapkan.
Tingginya minat masyarakat untuk menanam kelapa sawit sangat berpengaruh terhadap ketersediaan bibit asli dan bersertifikat. Inilah yang kemudian mengakibatkan maraknya peredaran bibit palsu. Karena itu, Etnawati mengimbau masyarakat agar berhati-hati dalam membeli bibit kelapa sawit, sehingga tidak tertipu membeli bibit palsu yang merugikan petani di kemudian hari.
Selain itu dijelaskannya, peraturan di Kaltim telah mewajibkan perusahaan kelapa sawit untuk mendirikan pabrik pengolahan crude palm oil (CPO) setiap luasan kebun telah mencapai 3.000 - 6.000 hektar.
"Saat ini di Kaltim telah berdiri 40 pabrik CPO dan 11 lainnya dalam proses pembangunan. Sehingga dalam beberapa tahun ke depan akan ada 51 pabrik CPO untuk memproses kelapa sawit yang dihasilkan dari kebun-kebun di Kaltim," jelasnya.
Selain peluang untuk pembibitan atau penangkaran bibit kelapa sawit yang bersertifikasi nasional, peluang lainnya adalah penanganan limbah kelapa sawit yang dapat diproses akhir menjadi biogas methanol. (yul/hmsprov)
Permintaan luar negeri, diantaranya berasal dari Singapura dan Jepang untuk produk turunan limbah kelapa sawit seperti bio ethanol, ternyata masih sangat tinggi. Sebab itu, perlu disiapkan berbagai infrastruktur dan kelengkapan pendukung untuk melakukan proses limbah kelapa sawit menjadi diversifikasi produk turunan. Apalagi, kelapa sawit merupakan tanaman yang zero weist atau tanpa limbah terbuang, maka keunggulan kelapa sawit terus diincar oleh beberapa investor.
"Jadi di Kaltim ini masih terbuka peluang pembibitan kelapa sawit, pengolahan turunan dari CPO untuk menjadi komoditi lainnya serta peluang pengolahan limbah yang semuanya memiliki prospek sangat menarik," kata Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Hj Etnawati, saat mendampingi Wakil Gubernur Farid Wadjdy menerima delegasi Negara Brunei Darussalam, Sabtu (9/6).
Sayangnya, saat ini, lonjakan kebutuhan bibit kelapa sawit di masyarakat tidak dapat dicukupi oleh 8 perusahan nasional yang telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai penangkar resmi. Menurut Etnawati, saat ini untuk mencukupi kebutuhan bibit kelapa sawit di seluruh Indonesia, pemerintah telah menetapkan delapan perusahaan nasional diantaranya PT London Sumatera (Lonsum), Sucofindo, PPKS dan lainnya.
"Tingginya kebutuhan bibit di Indonesia ini yang belum dapat dipenuhi oleh delapan perusahaan tersebut sehingga Indonesia juga masih melakukan impor dari beberapa negara di Afrika," ujarnya.
Dijelaskannya, untuk bibit Program Satu Juta Hektar Kelapa Sawit yang kini realisasinya telah mencapai 827 ribu hektar, bibitnya telah dipesan sehingga akan tercukupi hingga sesuai dengan target yang ditetapkan.
Tingginya minat masyarakat untuk menanam kelapa sawit sangat berpengaruh terhadap ketersediaan bibit asli dan bersertifikat. Inilah yang kemudian mengakibatkan maraknya peredaran bibit palsu. Karena itu, Etnawati mengimbau masyarakat agar berhati-hati dalam membeli bibit kelapa sawit, sehingga tidak tertipu membeli bibit palsu yang merugikan petani di kemudian hari.
Selain itu dijelaskannya, peraturan di Kaltim telah mewajibkan perusahaan kelapa sawit untuk mendirikan pabrik pengolahan crude palm oil (CPO) setiap luasan kebun telah mencapai 3.000 - 6.000 hektar.
"Saat ini di Kaltim telah berdiri 40 pabrik CPO dan 11 lainnya dalam proses pembangunan. Sehingga dalam beberapa tahun ke depan akan ada 51 pabrik CPO untuk memproses kelapa sawit yang dihasilkan dari kebun-kebun di Kaltim," jelasnya.
Selain peluang untuk pembibitan atau penangkaran bibit kelapa sawit yang bersertifikasi nasional, peluang lainnya adalah penanganan limbah kelapa sawit yang dapat diproses akhir menjadi biogas methanol. (yul/hmsprov)